Mengapa Harus Dibuang?





Kehidupan sangatlah indah. Ada banyak sesuatu yang kita sukai didalamnya. Termasuk salah satunya hal yang selalu ada disamping kita saat melakukan aktifitas apapun, kapanpun, dan dimanapun.

Yup, hal tersebut adalah barang/benda. Secara normal seseorang tidak perlu mencari tahu definisi dari barang/benda, dsb. Yang orang ingin tahu, biasanya hanyalah apa nama benda tersebut; bagaimana bentuk, hiasan, tekstur benda tersebut; seberapa berguna atau bermanfaatkah benda tersebut; berapa harga benda tersebut; dan pertanyaan sehari-hari yang sering kita dengar.

Lucunya, manusia memang sudah ditakdirkan dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan berupa benda mereka yang tidak terbatas. Sebagai contoh, ketika kita diminta untuk masuk kerumah, terutama kekamar tidur, yang kita lihat adalah puluhan, bahkan ratusan benda-benda yang menyelimuti diri kita sehari-hari. Kalau saja benda tersebut sudah tertutup debu, warna lusuh, berkarat, sobek, patah, berjamur, rusak, ataupun sudah tertinggal jaman (kuno), terbesit dalam benak kita untuk mengganti, menjual ke tukang loak, menaruh semua barang tersebut ke gudang, atau bahkan membuang. Mungkin, bagi manusia-manusia yang memilii hati baik yang selalu iba kepada sesama, akan menyumbangkan benda-benda lama tersebut ke orang yang kurang beruntung. Padahal, benda yang disumbangkan pasti tentunya yang masih memiliki kualitas fungsinya. Lalu, bagaimana dengan barang rusak, berjamur, ataupun yang berkarat?

“Yap”, pemecahan masalahnya pasti di jual atau dibuang. Bila benda tersebut dijual, kita beruntung, dapat uang, tapi kalau tidak bisa dijual, berarti dibuang.
Bayangkan saja, bila seorang manusia membuang satu glintir benda-benda yang bagi mereka memang sudah layak dibuang. Trus, kalau satu keluarga akan berapa banyak? Kalau satu RT, satu RW, satu Desa, satu Kecamatan, satu kabupaten, satu provinsi, atau bahkan satu bumi?

Lain cerita, tahun-tahun ini kita lihat banyak orang berusaha keras, dengan sedikit bumbu otak kanan mereka yang aktif, mereka sumbangkan untuk berkarya dengan bahan-bahan yang ada selama ini. Seperti halnya bahan kain fanel, jarang atau hampir tidak ada satu remaja perempuan yang asing dengan fanel, mreka membuat, menghias, menjahit dengan segala cara agar terperoleh hiasan indah ditangan mereka. Selain fanel, sebenarnya masih bayak lagi bahan-bahan yang kini sedang eksis digeluti anak muda. Lain lagi dengan remaja yang mungkin merasa tidak trampil, mereka lebih senang dengan menjual berbagai macam barang-barang yang unik. Terlebih lagi itu menjadi trend yang selalu sering kita lihat.

Contoh perilaku sehari-sehari seperti itu memang sangatlah baik, selain kita sebagai pelajar dapat mengetahui ilmu bisnis dan mengasah otak maupun ketrampilan, kegiatan seperti itu juga dapat menambah kemandirian dan memperoleh keuntungan untuk mencukupi kebutuhan tambahan yang diinginkan.

Apabila perilaku seperti itu terus diulang adakalanya selain dampak positif juga terdapat dampak negatif yang akan timbul, baik bagi konsumen maupun orang atau remaja yang membuatnya (produsen). Dampak yang terjadi banyak, akan tetapi salah satu dampak yang sama dan saling timbul dari kedua belah pihak adalah “terbuang”. Si penjual atau si pembuat akan sering mengeluarkan uang untuk membeli bahan, dan sisa bahan yang tidak terpakai akan bertmpuk, padahal sering kali pembuat juga berlebihan dalam membuat sesuatu, akibatnya sisa bahan akan terbuang sia-sia. Pembeli pun juga demikian, hasrat seorang konsumen terhadap barang tertentu yang dianggapnya lucu, imut, murah, berkualitas, dan bermanfaat akan timbul bila bertemu dengan barang yang diinginkan. Bila barang yang satu sudah terbeli, kemudian ia merasakan kepuasan, adan semakin lama akan bosan, pasti timbul hasrat lagi untuk membeli barang yang kedua. Barang yang pertama akan disimpan, kemudian rusak, dan berakhir di tempat sampah(dibuang). Hal itu akan berlanjut bila ada banyak orang yang melakukan hal itu dalam sehari, seminggu, sebulan dan seterusnya seperti halnya kalimat pada paragraf lima.

Yang menjadi pertanyaan saat ini bagaimana dengan nasib benda-benda yang sudah terbuang sia-sia? Jawabannya adalah terletak pada diri kita sendiri. Memang benar, saat ini banyak orang atau pengrajin beralih tujuan produksi ke arah penggunaan kembali benda-benda bekas. Akan tetapi, benda bekas yang selama ini terproduksi jauh lebih sedikit jumlahnya, daripada benda-benda bekas yang kita miliki. Selain itu, produsen juga terkadang tetap mempertahankan mutu kualitas barang bekas tersebut. Sehingga tetap saja, banyak barang-barang bekas yang terkumpul dan terbuang sia-sia.

Agar benda-benda bekas yang berada di rumah kita tidak terbuang saja, alangkah lebih baiknya bila kita mencurahkan otak kanan kita yang cerdas tersebut untuk belajar memanfaatkannya kembali menjadi barang yang sesuai dengan yang diinginkan. Daripada kita menggunakan kemampuan kita pada bahan yang tentunya akan memakan biaya yang lebih besar untuk membeli dan membuat sesuatu. Misalnya, kita memiliki sebuah sandal yang hiasan dan warnanya sudah lusuh, tetapi masih bisa digunakan untuk alas kaki. Daripada sandal tersebut haarus terbuang atau dibiarkan begitu saja, lebih baik kalau kita mengubah sandal tersebut menjadi lebih indah. Caranya, kita bisa membersihkan sandal tersebut agar berkurang lusuhnya, kemudian hiasan yang sudah rusak bisa dilepas semua dan apabila terlihat cacat pada bagian pelepasan hiasannya, bisa ditutupi dengan manik-manik, benda-benda yang seukuran, atau bulatan-bulatan kecil dari kayu. Begitu juga barang-barang lainnya. Kita bisa memperbaiki barang yang sudah lama, dan merubahnya menjadi barang baru.

Bila kita memiliki barang yang sudah rusak, dan tidak bisa diperbaiki kembali. Alangkah baiknya bila barang tersebut dibiarkan begitu saja, dan akan dimanfaatkan kembali menjadi bahan pelengkap untuk barang bekas yang lainnya. Sehingga, yang kita butuhkan hanyalah pendukung untuk membentuk dan menghias barang itu kembali. Seperti aneka macam lem, palu, gunting, benang, jarum, peniti, dst.

Ada banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari memanfaatkan barang kita sendiri. Seperti:
1. Melatih hidup hemat
2. Mengurangi sikap boros dan suka membuang-buang barang.
3. Sebagai sarana penyalur bakat kreatifitas diri kita.
4. Bagi pemula dan yang yang sudah terbiasa, bisa meningkatkan ketrampilan, kreatifitas, ketelitian, imajinasi, dan daya logis. Sehingga kemampuan otak kanan dan otak kiri meningkat.
5. Lebih rajin dan trampil.
6. Memanfaatkan waktu.
7. Menghargai sesuatu (barang bekas, orang yang sudah membuat barang tersebut, dan barang yang sudah kita buat)
8. Meningkatkan kepercayaan terhadap diri sendiri.
9. Peluang usaha.
10. Mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginan pribadi.

Memanfaatkan barang bekas, bukan berarti kita harus menghancurkan barang tersebut kemudian dibentuk menjadi baru seperti yang ada pada mengolah sampah kertas atau plastik. Kita bisa memanfaatkan kembali barang tersebut dengan memperbaiki dan manambah hiasan manis atau pun menjadikan brang bekas sebagai pelengkap barang bekas lainnya. Tekniknya pun sesuai dengan kemauan masing-masing.

Dalam proses memanfaatkan barang bekas tersebut, kita juga dituntut untuk lebih fokus dan kritis agar barang bekas yang kita “permak” bisa benar-benar berhasil dan tepat. Karena, bila ada sedikit kesalahan saja bisa berakibat semakin buruknya barang yang dihasilkan. Kecuali, bila kita sedikit menggunakan siasat untuk menutupi kekurangan pada barang tersebut.

Barang memang benda yang bernulai. Apabila terkena sedikit saja goresan masalah, nilainya pun akan turun. Akan tetapi, selama barang atau benda tersebut masih memiliki nilai (tidak hancur-lebur) barang dapat kita naikkan kembali nilainya. Jadi, mengapa benda harus dibuang, padahal benda tersebut masih bernilai dan bermanfaat. Untuk itu, kita mulai pada diri sendiri dan barang-barang yang kita miliki.

___*lufi_chan*__ hehe,,,

"^_^"

0 komentar:

Posting Komentar